Rumah Dahlan Sembiring Nyaris Roboh
Rumah milik Dahlan Sembiring (47) penduduk Sibelung, Dusun Danau, Desa
Kuta Cepu, Kecamatan Simpang Kiri, Kota Subulussalam yang terjungkal
hingga nyaris roboh akibat gempa berkekuatan 6,6 SR bulan Juni lalu
hingga kini belum mampu diperbaiki.
SUBULUSSALAM
– Sebuah rumah milik Dahlan Sembiring (47) penduduk Sibelung, Dusun
Danau, Desa Kuta Cepu, Kecamatan Simpang Kiri, Kota Subulussalam yang
hampir roboh akibat diayun gempa berkekuatan 6,6 SR Juni lalu. hingga
kini ini belum diperbaiki karena pemiliknya tidak ada dana. “Mau
diperbaiki tidak ada uang, kerja kami pun bekebun,” kata Dahlan kepada
Serambi, Rabu (3/10) lalu.
Pantauan Serambi tampak rumah berukuran 5X6 meter tersebut miring ke belakang sehingga nyaris roboh. Hal itu setelah tiang penyangga rumah panggung berkonstruksi kayu itu telah patah. Kondisi rumah terjatuh ke tanah sedangkan pada bagian depan tetap berada di atas ketinggian satu meter. Akibatnya, lantai rumah tersebut tidak rata lagi namun sudah seperti tanjakan. “Kalau tidur ya repot juga cuma tidak mesti pakai bantal,” ujar Dahlan.
Dahlan yang sehari-hari berprofesi sebagai petani mengaku tinggal bersama istrinya Sri Wahyuni dan seorang putranya bernama Boy Prasanta Sembiring (2,5). Dahlan menuturkan, saat kejadian gempa yang menghentak Kota Subulusalam pada Juni lalu mereka sedang berada di kebun. Ketika pulang, Dahlan bersama istri dan anaknya mendapati rumah sudah miring. Dahlan bahkan mengaku sempat mengira kalau rumah yang dibangun secara bergotong royong dengan penduduk setempat itu roboh akibat ditabrak mobil.
Berbagai upaya telah dilakukan Dahlan untuk memperbaiki kondisi rumahnya secara bergotong royong. Namun tidak berhasil karena dilakukan secara manual. Dahlan pun mengaku tidak tau kapan bisa memperbaiki tempat tinggalnya itu lantaran tidak memiliki uang banyak.
“Sudah kami usahakan mengangkat dengan bergotongroyong tapi tidak bisa juga, jadi yah kapan ada uang baru bisa kami perbaiki sebab harus dibongkar sementara kerja saya saja hanya berkebun,” tandas Dahlan yang berharap ada donator membantu keluarganya. (kh)
Pantauan Serambi tampak rumah berukuran 5X6 meter tersebut miring ke belakang sehingga nyaris roboh. Hal itu setelah tiang penyangga rumah panggung berkonstruksi kayu itu telah patah. Kondisi rumah terjatuh ke tanah sedangkan pada bagian depan tetap berada di atas ketinggian satu meter. Akibatnya, lantai rumah tersebut tidak rata lagi namun sudah seperti tanjakan. “Kalau tidur ya repot juga cuma tidak mesti pakai bantal,” ujar Dahlan.
Dahlan yang sehari-hari berprofesi sebagai petani mengaku tinggal bersama istrinya Sri Wahyuni dan seorang putranya bernama Boy Prasanta Sembiring (2,5). Dahlan menuturkan, saat kejadian gempa yang menghentak Kota Subulusalam pada Juni lalu mereka sedang berada di kebun. Ketika pulang, Dahlan bersama istri dan anaknya mendapati rumah sudah miring. Dahlan bahkan mengaku sempat mengira kalau rumah yang dibangun secara bergotong royong dengan penduduk setempat itu roboh akibat ditabrak mobil.
Berbagai upaya telah dilakukan Dahlan untuk memperbaiki kondisi rumahnya secara bergotong royong. Namun tidak berhasil karena dilakukan secara manual. Dahlan pun mengaku tidak tau kapan bisa memperbaiki tempat tinggalnya itu lantaran tidak memiliki uang banyak.
“Sudah kami usahakan mengangkat dengan bergotongroyong tapi tidak bisa juga, jadi yah kapan ada uang baru bisa kami perbaiki sebab harus dibongkar sementara kerja saya saja hanya berkebun,” tandas Dahlan yang berharap ada donator membantu keluarganya. (kh)
Editor : bakri
SUBULUSSALAM
– Sebuah rumah milik Dahlan Sembiring (47) penduduk Sibelung, Dusun
Danau, Desa Kuta Cepu, Kecamatan Simpang Kiri, Kota Subulussalam yang
hampir roboh akibat diayun gempa berkekuatan 6,6 SR Juni lalu. hingga
kini ini belum diperbaiki karena pemiliknya tidak ada dana. “Mau
diperbaiki tidak ada uang, kerja kami pun bekebun,” kata Dahlan kepada
Serambi, Rabu (3/10) lalu.
Pantauan Serambi tampak rumah berukuran 5X6 meter tersebut miring ke belakang sehingga nyaris roboh. Hal itu setelah tiang penyangga rumah panggung berkonstruksi kayu itu telah patah. Kondisi rumah terjatuh ke tanah sedangkan pada bagian depan tetap berada di atas ketinggian satu meter. Akibatnya, lantai rumah tersebut tidak rata lagi namun sudah seperti tanjakan. “Kalau tidur ya repot juga cuma tidak mesti pakai bantal,” ujar Dahlan.
Dahlan yang sehari-hari berprofesi sebagai petani mengaku tinggal bersama istrinya Sri Wahyuni dan seorang putranya bernama Boy Prasanta Sembiring (2,5). Dahlan menuturkan, saat kejadian gempa yang menghentak Kota Subulusalam pada Juni lalu mereka sedang berada di kebun. Ketika pulang, Dahlan bersama istri dan anaknya mendapati rumah sudah miring. Dahlan bahkan mengaku sempat mengira kalau rumah yang dibangun secara bergotong royong dengan penduduk setempat itu roboh akibat ditabrak mobil.
Berbagai upaya telah dilakukan Dahlan untuk memperbaiki kondisi rumahnya secara bergotong royong. Namun tidak berhasil karena dilakukan secara manual. Dahlan pun mengaku tidak tau kapan bisa memperbaiki tempat tinggalnya itu lantaran tidak memiliki uang banyak.
“Sudah kami usahakan mengangkat dengan bergotongroyong tapi tidak bisa juga, jadi yah kapan ada uang baru bisa kami perbaiki sebab harus dibongkar sementara kerja saya saja hanya berkebun,” tandas Dahlan yang berharap ada donator membantu keluarganya. (kh)
Pantauan Serambi tampak rumah berukuran 5X6 meter tersebut miring ke belakang sehingga nyaris roboh. Hal itu setelah tiang penyangga rumah panggung berkonstruksi kayu itu telah patah. Kondisi rumah terjatuh ke tanah sedangkan pada bagian depan tetap berada di atas ketinggian satu meter. Akibatnya, lantai rumah tersebut tidak rata lagi namun sudah seperti tanjakan. “Kalau tidur ya repot juga cuma tidak mesti pakai bantal,” ujar Dahlan.
Dahlan yang sehari-hari berprofesi sebagai petani mengaku tinggal bersama istrinya Sri Wahyuni dan seorang putranya bernama Boy Prasanta Sembiring (2,5). Dahlan menuturkan, saat kejadian gempa yang menghentak Kota Subulusalam pada Juni lalu mereka sedang berada di kebun. Ketika pulang, Dahlan bersama istri dan anaknya mendapati rumah sudah miring. Dahlan bahkan mengaku sempat mengira kalau rumah yang dibangun secara bergotong royong dengan penduduk setempat itu roboh akibat ditabrak mobil.
Berbagai upaya telah dilakukan Dahlan untuk memperbaiki kondisi rumahnya secara bergotong royong. Namun tidak berhasil karena dilakukan secara manual. Dahlan pun mengaku tidak tau kapan bisa memperbaiki tempat tinggalnya itu lantaran tidak memiliki uang banyak.
“Sudah kami usahakan mengangkat dengan bergotongroyong tapi tidak bisa juga, jadi yah kapan ada uang baru bisa kami perbaiki sebab harus dibongkar sementara kerja saya saja hanya berkebun,” tandas Dahlan yang berharap ada donator membantu keluarganya. (kh)
Editor : bakri