SUBULUSSALAM-Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Simpang Kiri, Kota Subulussalam, terpaksa menerapkan sistem belajar pagi dan sore lantaran kekurangan mobiler, baik kursi maupun meja. Pasalnya, jumlah siswa yang diterima berbanding terbalik dengan persediaan mobiler di sekolah tersebut. “Masalah yang paling rumit di sekolah ini adalah minimnya mobiler,” kata kepala sekolah tersebut, Drs Sahmuddin, MSi kepada Serambi, Senin (4/7) kemarin.
Sahmuddin mengatakan, dalam tahun pelajaran baru ini, pihaknya menerima 210 siswa baru yang akan ditampung dalam tujuh lokal. Dikatakan, sedikitnya 180 unit mobiler di SMA N Simpang Kiri kondisinya rusak berat, sehingga tidak dapat dipakai.
Sahmuddin mengaku sudah sering menyampaikan masalah minimnya mobiler ke dinas pendidikan setempat, namun sejauh ini belum ada solusi. “Kalau ke dinas sudah beberapa kali disampaikan, tapi tetap tidak ada solusi,” ujar Sahmuddin.
Karenanya, jika tidak ada solusi dari dinas terkait masalah mobiler, Sahmuddin mengaku terpaksa mengambil kebijakan dengan menerapkan belajar pagi dan sore. Sebab, jika belajar sekaligus maka siswa tidak lagi dapat ditampung karena kurangnya jumlah mobiler.
Selain mobiler, sejumlah bangunan dan fasilitas SMAN Simpang Kiri yang merupakan sekolah tertua di Subulussalam memprihatinkan. Dari 21 lokal, delapan unit di antaranya tidak layak untuk ruang belajar. Namun, pihak sekolah terpaksa memanfaatkan ruang tersebut untuk menampung 667 siswanya.
Di sisi lain, Sahmuddin mengaku para kepala sekolah di Subulussalam masing pusing memikirkan dana untuk menutupi biaya tambahan kebutuhan UNAS 2011. Pasalnya, bantuan atau subsidi sebesar Rp 200.000 per siswa yang pernah dijanjikan Pemko Subulussalam, melalu rapat Dinas Pendidikan dengan Komisi D DPRK Subulussalam, sampai sekarang tidak ada realisasinya.
“Dulu sebelum UN memang ada dijanjikan subsidi untuk keperluan menjelang dan UNAS, tapi sampai sekarang tidak ada realisasinya,” tandas mantan kepala SMKN 1 Penangalan itu.(kh)
Sahmuddin mengatakan, dalam tahun pelajaran baru ini, pihaknya menerima 210 siswa baru yang akan ditampung dalam tujuh lokal. Dikatakan, sedikitnya 180 unit mobiler di SMA N Simpang Kiri kondisinya rusak berat, sehingga tidak dapat dipakai.
Sahmuddin mengaku sudah sering menyampaikan masalah minimnya mobiler ke dinas pendidikan setempat, namun sejauh ini belum ada solusi. “Kalau ke dinas sudah beberapa kali disampaikan, tapi tetap tidak ada solusi,” ujar Sahmuddin.
Karenanya, jika tidak ada solusi dari dinas terkait masalah mobiler, Sahmuddin mengaku terpaksa mengambil kebijakan dengan menerapkan belajar pagi dan sore. Sebab, jika belajar sekaligus maka siswa tidak lagi dapat ditampung karena kurangnya jumlah mobiler.
Selain mobiler, sejumlah bangunan dan fasilitas SMAN Simpang Kiri yang merupakan sekolah tertua di Subulussalam memprihatinkan. Dari 21 lokal, delapan unit di antaranya tidak layak untuk ruang belajar. Namun, pihak sekolah terpaksa memanfaatkan ruang tersebut untuk menampung 667 siswanya.
Di sisi lain, Sahmuddin mengaku para kepala sekolah di Subulussalam masing pusing memikirkan dana untuk menutupi biaya tambahan kebutuhan UNAS 2011. Pasalnya, bantuan atau subsidi sebesar Rp 200.000 per siswa yang pernah dijanjikan Pemko Subulussalam, melalu rapat Dinas Pendidikan dengan Komisi D DPRK Subulussalam, sampai sekarang tidak ada realisasinya.
“Dulu sebelum UN memang ada dijanjikan subsidi untuk keperluan menjelang dan UNAS, tapi sampai sekarang tidak ada realisasinya,” tandas mantan kepala SMKN 1 Penangalan itu.(kh)