Dayah Perbatasan Krisis Air Bersih
SUBULUSSALAM
– Belasan santri Dayah Perbatasan Minhajussalam (DPM) di Desa Kampung
Baru, Kecamatan Penanggalan, Kota Subulussalam nekat meninggalkan
asrama akibat krisis air bersih di pesantren tempat mereka menimba ilmu
selama ini.
“Sudah seminggu ini kami kesulitan air bersih sampai-sampai santri terpaksa pulang ke rumah orangtuanya karena tidak tahan lagi,” kata Tgk Syafruddin al-Yusufi, Pimpinan Dayah DPM kepada Serambi, Minggu (2/9) kemarin.
Menurut Tgk Syafruddin, pasokan air yang biasa disuplai dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) air bersih atau PDAM Kota Subulussalam macet total sejak dayah tersebut beroperasi pekan lalu.
Kondisi ini membuat 245 santri yang mondok di Dayah DPM menderita karena jangankan untuk mandi dan menyuci pakaian, buat wudhu dan cuci piring pun tidak ada air. Karena itu, sebanyak 13 santri dikabarkan pulang ke rumah orang tua masing-masing.
Ketiga belas santri itu adalah M Palang, Mediansyah, Aan Wijaya, M Agung Prakoso, Harianto Putra, Habriansyah, Farhan Duana, Arfan Rizki, Adam Diwana, Abrianda Rizkun, Roky Alfahera dan Sarianja.
Di sisi lain, pihak Dayah DPM menurut Syafruddin sudah berupaya menggali sumur namun tidak dapat berfungsi karena untuk mendapatkan sumber mata air di lokasi pesantren tersebut cukup dalam. Upaya pengeboran dengan skala kecil juga telah dilakukan namun lagi-lagi tidak mampu ditembus sebab terdapat bebatuan yang berada di lapisan bawah tanah.
Sementara untuk pengeboran yang lebih besar, dayah belum memiliki anggaran yang bernilai ratusan juta. “Kalau bor biasa itu tidak bisa, kami sudah lakukan tapi banyak batu di bawah, jadi satu-satunya cara adalah pengeboran skala besar namun biayanya ratusan juta dan kami tidak mampu. Makanya kami meminta agar air PDAM segera dibenahi agar dapat mengalir dengan baik,” harap Tgk Syafruddin.
Berdasarkan catatan Serambi, krisis air bersih di Dayah Perbatasan Minhajussalam merupakan kedua kalinya. Kasus serupa juga pernah melanda dayah tersebut pada September 2011 silam. Para santri mengeluh karena buruknya fasilitas air bersih di sana. Bahkan, para santri mengaku sering tidak mandi karena tidak ada air bersih.(kh)
“Sudah seminggu ini kami kesulitan air bersih sampai-sampai santri terpaksa pulang ke rumah orangtuanya karena tidak tahan lagi,” kata Tgk Syafruddin al-Yusufi, Pimpinan Dayah DPM kepada Serambi, Minggu (2/9) kemarin.
Menurut Tgk Syafruddin, pasokan air yang biasa disuplai dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) air bersih atau PDAM Kota Subulussalam macet total sejak dayah tersebut beroperasi pekan lalu.
Kondisi ini membuat 245 santri yang mondok di Dayah DPM menderita karena jangankan untuk mandi dan menyuci pakaian, buat wudhu dan cuci piring pun tidak ada air. Karena itu, sebanyak 13 santri dikabarkan pulang ke rumah orang tua masing-masing.
Ketiga belas santri itu adalah M Palang, Mediansyah, Aan Wijaya, M Agung Prakoso, Harianto Putra, Habriansyah, Farhan Duana, Arfan Rizki, Adam Diwana, Abrianda Rizkun, Roky Alfahera dan Sarianja.
Di sisi lain, pihak Dayah DPM menurut Syafruddin sudah berupaya menggali sumur namun tidak dapat berfungsi karena untuk mendapatkan sumber mata air di lokasi pesantren tersebut cukup dalam. Upaya pengeboran dengan skala kecil juga telah dilakukan namun lagi-lagi tidak mampu ditembus sebab terdapat bebatuan yang berada di lapisan bawah tanah.
Sementara untuk pengeboran yang lebih besar, dayah belum memiliki anggaran yang bernilai ratusan juta. “Kalau bor biasa itu tidak bisa, kami sudah lakukan tapi banyak batu di bawah, jadi satu-satunya cara adalah pengeboran skala besar namun biayanya ratusan juta dan kami tidak mampu. Makanya kami meminta agar air PDAM segera dibenahi agar dapat mengalir dengan baik,” harap Tgk Syafruddin.
Berdasarkan catatan Serambi, krisis air bersih di Dayah Perbatasan Minhajussalam merupakan kedua kalinya. Kasus serupa juga pernah melanda dayah tersebut pada September 2011 silam. Para santri mengeluh karena buruknya fasilitas air bersih di sana. Bahkan, para santri mengaku sering tidak mandi karena tidak ada air bersih.(kh)
Editor : bakri
