SUBULUSSALAM - Program ayam petelur yang dilaksanakan Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kota Sulubussalam yang saat ini sudah memasuki bulan ketiga belum memberi sumbangan berarti terhadap penerimaan daerah, seperti yang dijanjikan saat program itu akan dilaksanakan. Hasil penjualan telur ayam tersebut habis untuk biaya produksi, termasuk untuk membayar utang.
“Sampai sekarang belum ada (hasil) yang disetor ke DPPKKD (Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan Daerah). Apakah memang belum atau bagaimana kita tidak tahu,” kata Kepala DPPKKD Kota Subulussalam, Drs Salbunis MAP, kepada Serambi. Kadisnakkan Subulussalam, Jalaluddin, saat dikonfirmasi juga membenarkan hal itu. Menurut dia, hasil dari program ayam petelur di Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, itu, habis untuk menutupi biaya operasional. Selain itu, hasil yang diperoleh juga digunakan untuk menutupi utang piutang sebelum ayam tersebut berproduksi.
Jalaluddin menyebutkan, dari total jumlah ayam 6.500 ekor, produksi telur yang dihasilkan sebanyak 6.200 hingga 6.300 butir. Telur tersebut dijual Rp 766 per butir sehingga rata-rata sehari diperoleh penjualan sekitar Rp 4.754.100, atau sebesar 142 juta per bulannya. Jalaluddin menjanjikan, setoran ke kas daerah baru bisa dilakukan pada Juli ini. Dia membantah kalau dikatakan proyek ayam potong tersebut sia-sia alias mubazir. “Tidak sia-sia, ada keuntungan lebih untuk kita. Kita berikan kesempatan bagi pekerja, selain itu kita menjual telur di bawah harga pasar dan mengenai harga ini kita mengacu pada harga pasar,” ujar Jalaluddin.(kh)
http://aceh.tribunnews.com/news/view/59943/hasil-penjualan-telur-buat-bayar-utang
“Sampai sekarang belum ada (hasil) yang disetor ke DPPKKD (Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan Daerah). Apakah memang belum atau bagaimana kita tidak tahu,” kata Kepala DPPKKD Kota Subulussalam, Drs Salbunis MAP, kepada Serambi. Kadisnakkan Subulussalam, Jalaluddin, saat dikonfirmasi juga membenarkan hal itu. Menurut dia, hasil dari program ayam petelur di Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, itu, habis untuk menutupi biaya operasional. Selain itu, hasil yang diperoleh juga digunakan untuk menutupi utang piutang sebelum ayam tersebut berproduksi.
Jalaluddin menyebutkan, dari total jumlah ayam 6.500 ekor, produksi telur yang dihasilkan sebanyak 6.200 hingga 6.300 butir. Telur tersebut dijual Rp 766 per butir sehingga rata-rata sehari diperoleh penjualan sekitar Rp 4.754.100, atau sebesar 142 juta per bulannya. Jalaluddin menjanjikan, setoran ke kas daerah baru bisa dilakukan pada Juli ini. Dia membantah kalau dikatakan proyek ayam potong tersebut sia-sia alias mubazir. “Tidak sia-sia, ada keuntungan lebih untuk kita. Kita berikan kesempatan bagi pekerja, selain itu kita menjual telur di bawah harga pasar dan mengenai harga ini kita mengacu pada harga pasar,” ujar Jalaluddin.(kh)