Dalam bukunya berjudul ”Pedang Terhunus Bagi Penghujat Rasul”
(”AsSarim al Maslul ’ala Shatim arRasul”), Imam Ibnu Taimiyah
rahimahullah menjelaskan sebuah pelajaran penting dari Siroh Nabi
shollallahu ’alaih wa sallam. Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa
seorang pemuka Yahudi ahli syair warga Madinah bernama Ka’ab bin
Al-Asyraf dibunuh oleh seorang sahabat Nabi shollallahu ’alaih wa sallam
bernama Muhamad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu. Ia dibunuh karena
telah menulis puisi yang menghujat Nabi shollallahu ’alaih wa sallam.
Ceritanya, setelah berita kekalahan kaum musyrikin Quraisy menghadapi
pasukan Islam di dalam perang Badar sampai ke Madinah, maka Ka’ab
berkata: ”Jika berita ini benar, maka berada di bawah tanah lebih baik
bagi kami daripada di atasnya.” Artinya, ia merasa dirinya lebih baik
mati daripada hidup setelah kekalahan kaum kuffar Quraisy. Lalu Ka’ab
bin Al-Asyraf membuat syair-syair berisi ratapan atas kekalahan kaum
musyrikin tersebut. Di dalamnya juga memuat hujatan terhadap Nabi
shollallahu ’alaih wa sallam dan kaum muslimin. Lalu pergilah ia ke
Mekkah untuk menampilkan puisinya dan turut berduka cita bersama kaum
musyrikin Mekkah. Bahkan kaum muslimat juga ia lecehkan di dalam
syairnya. Maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam kemudian bersabda:
من لي بكعب بن الأشرف فإنه قد أذى الله و رسوله
”Siapakah yang mau menangani Ka’ab bin Al-Asyraf karena ia sungguh telah mengganggu Allah dan RasulNya?”
Muhammad bin Al-Maslamah radhiyallahu ‘anhu, salah satu dari
orang-orang Ansar dari suku Aus berkata: ”Saya akan melakukannya Wahai
Rasulullah..! Apakah Anda ingin saya untuk membunuh dia?”.
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjawab: ” Ya!”
Muhammad bin Al-Maslamah radhiyallahu ‘anhu telah memberikan suatu
janji; ia telah berjanji dengan lisannya bahwa ia akan membunuh Ka’ab
bin Al-Asyraf!
Ia
pulang ke rumah dan mulai berpikir tentang tugas tersebut dan mulai
menyadari bahwa untuk mewujudkannya ternyata tidaklah ringan. Ka’ab
tinggal di sebuah benteng di kawasan Yahudi dikelilingi para
pendukungnya sehingga sangat, sangat sulit untuk membunuhnya..! Dia
mulai menjadi prihatin memikirkannya. Suatu keprihatinan yang
melalaikannya dari makan dan minum kecuali sekedar untuk bertahan hidup.
Selama tiga hari ia praktis tidak makan dan minum…!
Berita ini sampai ke Nabi shollallahu ’alaih wa sallam. Lalu ia
panggil Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu dan bertanya: ”Ada apa
denganmu, Muhammad bin Al-Maslamah? Benarkah kamu berhenti makan dan
minum?”
Ia menjawab: ”Benar, ya Rasulullah.”
”Mengapa?” tanya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam.
Ia menjawab: ”Aku telah berjanji sesuatu yang aku sendiri pertanyakan. Akankah aku sukses melakukannya dan memenuhinya?”
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam kemudian bersabda:
انما عليك الجهد
“Yang dituntut darimu hanyalah kesungguhan, sisanya serahkanlah kepada Allah Yang Maha Kuasa.”
Subhanallah…! Lihatlah semangat dan kesungguhan para
sahabat. Tidak bisa makan atau minum bila menghadapi keadaan seperti
itu. Baginya hal ini merupakan perkara sangat serius. Ia telah berjanji
dan khawatir tidak dapat memenuhi janjinya. Ia tidak sanggup meneruskan
hidupnya seperti biasanya sebelum Rasulullah shollallahu ’alaih wa
sallam mengatakan agar ia memenuhi bagiannya dan menyerahkan sisanya
kepada Allah. Barulah ia merasa terhibur dan bisa makan dan minum
kembali…!
Akhirnya datanglah Muhammad Al-Maslamah radhiyallahu ‘anhu kepada
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam dengan suatu rencana, namun ia
minta izin terlebih dahulu: ” Wahai Rasulullah, untuk menjalankan
rencana ini izinkanlah saya berbicara terhadap anda!” (Bagian dari
rencananya ia akan berbicara negatif tentang Nabi shollallahu ’alaih wa
sallam di hadapan Ka’ab)
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Katakanlah apa yang anda ingin!”
Muhammad
bin AlMaslamah radhiyallahu ‘anhu dan sekelompok kecil dari orang-orang
Ansar dari suku Aus, pergi menjumpai Ka’ab bin Al-Asyraf guna mengatur
perangkap baginya. Mereka berkata kepada Ka’ab: ”Lelaki ini –maksudnya
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam – merupakan ujian Allah bagi kita
semua. Ia masalah. Ia musibah. Dan bangsa Arab telah memerangi kita dan
memusuhi kita karena dia.”
Ka’ab menjawab: ”Sudah kukatakan pada kalian sebelumnya. Kalian akan lihat keadaan bakal menjadi lebih buruk.”
AlMaslamah radhiyallahu ‘anhu berkata: ”Ka’ab, semenjak kehadiran
lelaki ini keadaan keuangan kami telah memburuk. Kami ingin pinjam uang
darimu dan menitipkan jaminan.”
Ka’ab menjawab: ”Serahkan anak-anak kalian padaku.”
Mereka berkata: ”Kami tinggalkan anak-anak kami kepadamu sebagai
jaminan untuk pinjaman yang tidak seberapa, maka itu akan menjadi aib
bagi mereka seumur hidup.”
Ka’ab melanjutkan: ”Bila demikian, serahkanlah wanita kalian.”
Mereka berkata: ”Bagaimana kami serahkan kaum wanita kami kepada Anda
sedangkan Anda lelaki paling tampan? Sudahlah, kami akan menjaminkan
kepada Anda persenjataan kami.” Ka’ab berujar: ”Baiklah, setuju.”
Muhammad bin AlMaslamah radhiyallahu ‘anhu menjebaknya agar pada
kunjungan berikutnya Ka’ab tidak akan curiga bila mereka datang membawa
senjata. Maka mereka buat perjanjian untuk pertemuan berikutnya di malam
hari karena lebih kondusif.
Maka pada malam yang disepakati Ka’ab datang menemui AlMaslamah
radhiyallahu ‘anhu. Muhammad bin AlMaslamah radhiyallahu ‘anhu bilang
kepada kawan-kawannya: ”Jika kalian melihat aku memegang kepalanya
itulah pertanda saatnya kalian menyerang dia dengan pedang-pedang
kalian.”
Ketika Ka’ab berjumpa dengan AlMaslamah radhiyallahu ‘anhu ia diajak
untuk berjalan-jalan ke tempat nostalgia mereka dahulu. Yaitu tempat
mereka dahulu biasa menghabiskan waktu ketika AlMaslamah radhiyallahu
‘anhu masih jahiliyah, yaitu di Sya’ab al A’juz. Suatu tempat di pinggir
kota menjauhi benteng Yahudi.
Saat tiba di tempat tujuan AlMaslamah berkata kepada Ka’ab: ”Harum
nian aroma yang muncul dari rambutmu. Boleh aku menciumnya dari dekat?”
(Ka’ab rupanya menggunakan parfum beraroma sejenis kesturi sebagai
minyak rambutnya).
Ka’ab berkata: ”Silakan.”
Ia
pegang kepalanya dengan kuat dan berdatanganlah kawan-kawannya
menyerang Ka’ab dengan pedang mereka. Tapi serangan tersebut tidak cukup
mematikannya. Ka’ab-pun menjerit memohon pertolongan. Benteng Yahudi
mulai menyala pertanda warganya terbangun. Dengan sigap Al-Maslamah
radhiyallahu ‘anhu mengeluarkan belati dan menusuk dalam-dalam perut
Ka’ab hingga belatinya mencapai tulang pinggangnya…!
Demikianlah Muhammad bin AlMaslamah radhiyallahu ‘anhu beserta
beberapa pemuda Aus menangani orang yang menghujat Rasulullah
shollallahu ’alaih wa sallam…!
Kemudian keesokan harinya, datanglah kaum Yahudi bersama beberapa
kaum musyrik menemui Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Mereka
berkata: ”Salah seorang yang terhormat dari kalangan kami telah dibunuh
semalam! Dan ia dibunuh secara licik. Bukan bertarung satu lawan satu.
Ia dibunuh secara diam-diam dan tiba-tiba..!” Mereka selanjutnya
berkata: ”Ia telah dibunuh tanpa sebab tindak kriminal apapun yang telah
dilakukannya…!”
Mereka mempertanyakan mengapa Ka’ab ibn Al-Asyraf dibunuh padahal
terdapat perjanjian damai yang telah disepakati antara Rasulullah dengan
kaum Yahudi di Madinah. MENGAPA? BAGAIMANA INI BISA TERJADI?
Apa jawab Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam ? Beliau bersabda:
انه لو قر كما قر غيره ممن هو على مثل
رأيه مغتيل و لكنه نال
منا
الأذى و هجانا بشعر و لم يفعل هذا احد منكم الا كان السيف
“Jika dia berlaku tenang, seperti orang lain yang pendapatnya
sama dengan pendapatnya, tentu dia tidak akan dibunuh! Tetapi dia telah
mengganggu kami dan menghujat kami dengan puisinya, dan tidak ada
seorangpun di antara kalian yang melakukan hal semacam itu kecuali kami
akan tangani dengan pedang!”
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengatakan bahwa banyak orang
yang keyakinan di dalam hatinya mirip dengan Ka’ab bin Al-Asyraf, ia
bukan dibunuh karena itu! Ia bukan dibunuh karena ia tidak percaya, ia
tidak dibunuh karena ia membenci Rasulullah shollallahu ’alaih wa
sallam, ia tidak dibunuh karena membenci kaum muslimin. TIDAK…! Banyak
orang lain yang mempunyai penyakit hati seperti itu namun tidak dibunuh,
mereka dibiarkan hidup. “Jika dia berlaku tenang, seperti orang lain
yang pendapatnya sama dengan pendapatnya, tentu dia tidak akan dibunuh!
Tetapi ia telah berbicara menentangku dan mengumpatku,” demikian
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam.
Lalu
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menegaskan sejelas mungkin
kepada kaum Yahudi: ”Jika salah seorang di antara kalian, kaum Yahudi
atau musyrikin, mencoba untuk mengumpatku melalui ucapannya demikianlah
kami akan tangani dia. Tidak ada di antara kami dengan kalian selain
pedang..! Tidak akan ada dialog, tidak ada pengampunan, tidak ada
jembatan, tidak akan ada upaya rekonsiliasi. Hanya ada pedang di antara
saya dengan kalian..!” Dan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menegaskan
hal ini sejelas-jelasnya. Kemudian Nabi shollallahu ’alaih wa sallam
mengajak kaum Yahudi dan musyrikin menanda-tangani dokumen kesepakatan
yang memuat perjanjian bahwa mereka tidak akan berbicara menentang
beliau.
Ibnu Taimiyah berkata: ”Ini merupakan bukti bahwa mengganggu
Allah dan RasulNya merupakan alasan untuk mendorong kaum muslimin
membunuh siapa saja yang melakukan gangguan tersebut meskipun mereka
punya perjanjian dengan kaum muslimin.”
Sebagian orang berusaha memelintir pelajaran dari cerita Siroh Nabi
shollallahu ’alaih wa sallam ini dengan berpendapat bahwa Ka’ab ibn
Al-Asyraf dibunuh karena ia menganjurkan kaum musyrik Mekkah untuk
memerangi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam, bukan karena
kata-katanya.
Ibnu Taimiyah menegaskan: ”TIDAK! Ia dibunuh karena syairnya yang
ditulisnya dan dibacakannya bahkan sebelum ia pergi ke Mekkah.” Jadi
tidak ada kaitannya karena ia pergi ke Mekkah dan menganjurkan mereka
memerangi kaum muslimin. Ka’ab bin Al-Asyraf telah dibunuh semata-mata
karena puisinya…!
Ibnu Taimiyah melanjutkan: ”Semua yang dilakukan Al-Asyraf ialah
mengganggu dengan lidah. Meratapi terbunuhnya kaum kuffar, dukungannya
kepada mereka untuk berperang, kutukan dan umpatannya dan ucapannya
merendahkan agama Islam dan mengutamakan agama kaum kafir, semua ini
ialah ucapan dengan lidahnya. Inilah hujjah-bukti terhadap siapapun yang
berselisih pendapat tentang isyu-isyu seperti ini. Jelaslah tidak ada
perlindungan dengan cara apapun bagi darah manusia yang mengganggu Allah
dan RasulNya melalui puisi dan umpatan.”
Wallahu a’lam bish-showwaab.-
(Dikutip dari sebagian ceramah berjudul “The Dust Will Never Settle Down” Syaikh Anwar Al-Awlaki)