Kisah Perjuangan Seorang Ayah
====================
====================
Pak Jun Nan tinggal di sebuah dusun yang berada di daratan China, ia
ditemani oleh seorang istri yang baik dan setia. sehari-hari mereka
menghabiskan waktunya hanya bercocok tanam. Dalam panen pada musimnya
sang suami menyuruh istrinya untuk menyimpan hasil penjualan tanaman
mereka untuk keperluan anaknya yang sedang kuliah di koya Beijing.
Kedua
anaknya telah menetap di kota Beijing, Yang tertua sudah lulus dari
kuliahnya dan bekerja di sebuah perusahan elit yang gajinya cukup buat
kebutuhan dia sendiri, sedang yang bungsu masih kuliah semester 4. Suatu
hari, pak jun nan, hendak berangkat dari desanya menuju kota Beijing,
untuk menjenguk anaknya yang tinggal di kota beijing. Sambil membopong
sekantung ketela merah kering ia menempuh jarak yang jauh ingin
menjenguk anaknya yang sedang kuliah di Beijing. Ia rela sepanjang
perjalanannya itu tidak mengeluarkan uangnya, karena bekal uangnya tidak
banyak, maka dia hanya bisa meminta air minum dari depot ke depot
sepanjang perjalanan yang dilewatinya. Sayang sekali dia sering sekali
diusir pergi, orang-orang menganggapnya pengemis. Sebisa mungkin ia
tidak naik kendaraan dan memaksakan diri berjalan kaki hingga mencapai
kota terdekat dengan bandara, barulah dia naik taksi ke bandara.
Ketika
di bandara, ada pemeriksaan sebelum naik ke pesawat, petugas mengatakan
bahwa karungnya itu terlalu besar, dan memintanya agar karung itu
dimasukkan ke bagasi, namun dia mati-matian menolak, dia bilang takut
ketelanya hancur, jika hancur anak bungsunya tidak mau makan lagi,
dengan kewalahan akhirnya mereka memperbolehkan ia lewat. Dengan
bertanya tanya kepada setiap orang maka akhirnya ia bisa memasuki dalam
pesawat. Dengan membawa aroma tanah yang khas dari pedesaan, Ia menjadi
pusat perhatian di antara para penumpang yang naik pesawat. Ketika
pesawat sudah mulai terbang datar, para pramugari mulai melayani
penumpang. Pramugari mulai menuangkan air.
Hingga tiba di baris kursi
dimana Pak Jun berada, dia terlihat duduk dengan sangat hati-hati,
sedang karung goni bawaannya tidak diletakkan di tempat bagasi bawaan,
tingkah si sang bapak ini membuat para pramugari merasa heran. Saat
ditanya mau minum apa, dengan gugup dia menggoyang-goyangkan tangannya
dan berkata tidak mau. Saat hendak dibantu untuk menyimpan karungnya di
tempat bagasi dia juga menolak. Terpaksa pramugari membiarkan dia
menggendong karung tersebut. Beberapa saat kemudian tiba waktunya untuk
membagikan makanan, ia masih duduk dengan tegak dan tidak bergerak sama
sekali, kelihatannya sangat gelisah, saat diberi nasi, dia tetap saja
menggoyangkan tangannya menolak tanda tidak mau. Karenanya kepala
pramugari datang menghampirinya dengan ramah menanyakan apakah dia
sedang sakit. Dengan suara lirih dia berkata ingin ke toilet tapi dia
tidak tahu apakah boleh berkeliaran di dalam pesawat, dia takut merusak
barang-barang yang ada di dalam pesawat.
Pramugari tersebut memberitahu
pak Jun tidak ada masalah dan menyuruh rekannya untuk mengantarkan ke
toilet. Saat menambahkan air untuk kedua kalinya, pak Jun hanya
memperhatikan para penumpang yang sedang minum air yang diberikan oleh
pramugari, ia hanya menelan liur sambil menerus menjilat-jilat bibirnya.
Seorang pramugari memperhatikan, lantas menawarkan sesecangkir teh
hangat kepada pak tua, ia langsung meletakkan di atas mejanya tanpa
bertanya kepadanya. Ternyata tindakan pramugari itu membuat ia sangat
ketakutan dan berkali-kali ia mengatakan tidak perlu, pramugari itu pun
berkata kepadanya minumlah jika sudah haus. Mendengar demikian, dia
buru-buru dia mengambil segenggam uang dari balik bajunya, semuanya
berupa uang receh, dan disodorkan kepada pramugari tersebut.
Sang
pramugari kaget, dan ia mengatakan kepadanya bahwa minuman ini gratis.
Sang bapak tidak percaya dengan perkataan itu. Sebab dia disepanjang
perjalanan beberapa kali ia masuk ke rumah orang untuk meminta air minum
tetapi tidak pernah diberi, bahkan selalu diusir dengan penuh
kebencian. apalagi dipesawat yang mahal ini, pikirnya. Setelah
diyakinkan beberapa kali oleh pramugari, maka akhirnya dia mau
mempercayai, lalu perlahan-lahan meminum tehnya. Sang pramugari sangat
iba dengan keadaan pak Jun nan tersebut, pramugari itu menanyakan apakah
dia lapar, maukah memakan nasi, tetapi sang bapak masih tetap saja
mengatakan tidak mau. Dia bercerita kepada pramugari itu, bahwa ia
memiliki 2 orang putra, keduanya bisa diandalkan dan sangat berguna,
keduanya diterima di perguruan tinggi, yang bungsu sekarang kuliah di
semester 4, sedangkan si sulung telah bekerja. Kali ini dia ke Beijing
menjenguk anak bungsunya yang sedang kuliah.
Selama dalam perjalanan di pesawat, Pramugari yang iba dengan pak Jun
Nan itu, sangat rajin menuangkan air minum untuknya, dan pak Jun Nan
selalu dengan sopan mengucapkan terima kasih. Saat pramugari memberikan
makanan kepada pak Jun Nan, tetap saja ia menolak untuk menerima makanan
itu, walaupun pramugari itu tahu perut pak Jun Nan sudah sangat lapar,
ia tetap saja menolak dengan keras tidak mau makan. Lalu sang pramugari
tersebut meletakkan di depan mejanya. Setelah merasa dekat dengan pak
Jun Nan, akhirnya sang pramugari menawarkan dia, bahwa barang bawaannya
aman jika disimpan dibagasi, dia berdiri dengan waspada dalam waktu
lama, kemudian baru diletakkannya dengan hati-hati.
Sampai menjelang
pesawat akan mendarat, dia dengan sangat berhati-hati menanyakan kepada
kami apakah kami bisa memberikan sebuah kantongan kepadanya, yang akan
digunakan untuk membungkus nasi jatahnya tersebut untuk dia bawa pergi.
Dia bilang selama ini dia tidak pernah mendapatkan makanan yang begitu
enak, dan dia akan bawakan makanan itu untuk diberikan kepada anak bungsunya.Krena
dia mengangap makanan yang istimewa ini akan membuat anaknya senang
jika diberikan. Mungkin bagi sebagian orang, khususnya penumpang pesawat
akan di anggap sesuatu hal yang biasa, tetapi ternyata lain dengan pak
jun nan, ia begitu menganggapnya begitu berharga. Dia sendiri enggan
untuk makan, dia menahan lapar, demi untuk disisakan bagi anaknya.
Mendengar perkatan pak Jun Nan, maka sang pramugari tersebut terasa
terharu, lalu ia langsung membungkus semua makanan yang tersisa karena
tak terbagikan kepada penumpang pesawat. Lagi-lagi pak Jun Nan menolak
dengan penuh kepanikan, dia bilang dia hanya mau mengambil jatahnya
saja, dia tidak mau mengambil keuntungan dari orang lain.
Kebanyakan
para pramugari hampir berkaca-kaca matanya mendengar perkatan pak jun
nan yang begitu sopan tapi tidak mementingkan dirinya sendiri. Setelah
semua penumpang udh mulai berkurang dan pada turun. Tinggallah pak Jun
nan seorang diri, para pramugari hendak membantunya membantunya
membawakan karung goninya sampai ke pintu keluar. Saat mereka akan
membantunya menaikkan karung goni tersebut ke punggungnya, secara
tiba-tiba pak Jun Nan itu melakukan suatu tindakan yang mengejutkan para
pramugari, dia berlutut di atas tanah. Dengan air mata berlinang dia
bersujud kepada para pramugari dan mengatakan, “Kalian semua sungguh
adalah orang-orang yang baik, kami orang desa sehari hanya bisa makan
nasi satu kali, selama ini kami belum pernah minum air yang begitu
manis, tidak pernah melihat nasi yang begitu bagus, hari ini kalian
bukan saja tidak membenci dan menjauhi saya, malah dengan ramah melayani
saya, sungguh saya tidak tahu bagaimana harus berterima kasih kepada
kalian, saya hanya bisa berharap kalian orang-orang yang baik suatu hari
nanti akan mendapatkan balasan yang baik”. maka para pramugari yang
sejak dari awal mengetahui pak jun nan, tidak lagi bisa menahan hatinya,
mereka semua sampai meneteskan air mata melihat sikap dari pak Jun nan
ini.
Merka bersama- sama membangunkan pak jun nan, seorang pramugari,
tak kuasa hingga ia memeluk pak jun nan dan berkata, “pak, kami pun
sangat berterima kasih kepada Anda. karena dengan kehadiran bapak di
pesawat ini telah membuka hati kami untuk bisa mengasihi lebih baik lagi
kepada para penumpang.” Pramugari yang lain hanya mengangguk-angguk
kepalanya sembari mengusap air matanya. Salah satu dri pramugari itu
memanggil petugas yang berjaga dan menyerahkannya untuk membantunya
sampai pintu keluar.
Di muka pintu bandara, kedua anaknya telah berdiri untuk menjemput
orang tuanya, lalu anaknya yang bungsu mengambil karung yang di bawa
ayahnya, lalu mereka menuju mobil yang di pinjam anak sulungnya dari
perusahan dimana ia bekerja. Selama dalam perjalanan pak jun nan masih
teringat akan kebaikan para pramugari tersebut, sampai-sampai ia
meneteskan air matanya tatkala ia mengingat itu. Anaknya yang sulung
kaget begitu melihat ayahnya menanggis dari kaca mobil. “papa kenapa
menanggis.’ tanya sang anak sulung. Anaknya yang bungsu pun kaget
mendengar perkatan kakaknya, dan ia pun menenggok ke belakang bangku,
dimana mereka memang duduk di bangku depan.
Setelah ia menenangkan
hatinya, ia pun menceritakan; saat ia dalam perjalanan menuju bandara.
di sepanjang perjalana ketika ia haus tidak ada seorangpun yang mau
membrikan air kepadanya, bahkan ia di usir layaknya ia pengemis. Tetapi
saat ia di pesawat, wanita-wanita itu tidak bosan-bosannya menawarkan
air kepadanya, bahkan ia menuangkan minum hingga beberapa kali buat dia.
Mendengar cerita papanya sang anak langsung terdiam, mereka
membayangkan jerih payah ayah mereka yang hendak menyusul mereka.
sehingga papanya itu rela berjalan begitu jauhnya untuk mereka, hanya
untuk memberikan sedikit bekal buat mereka. karena kelelahan dalam
perjalanan sang ayah pun tertidur. Sedang kedua anaknya selama dalam
perjalanan hanya terdiam, mereka merenungkan perjuangan ayah mereka
sehingga mereka bisa kuliah di kota besar ini. Apakah kelak bisa
membalas kebaikan orang tuanya. Mungkin hanya waktu yang akan menentukan
apakah ia bisa merawat orang tua mereka.
Note: Situs Web Asli